Kota Bima, NTB | bimakita.com - Dugaan penyimpangan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bima kembali mencuat. Kali ini, sorotan tertuju pada proyek pengaspalan jalan menuju kawasan Pegunungan Temba Kolo yang diduga mengarah ke villa pribadi Wali Kota Bima.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) LATSKAR secara resmi melaporkan proyek pengaspalan Jalan Temba Kolo ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima, Selasa, 23 Desember 2025. Proyek tersebut disebut-sebut terdiri dari tiga paket pekerjaan yang didanai menggunakan APBD Tahun Anggaran 2025.
![]() |
| Foto : Villa Wali Kota Bima di so Temba Kolo |
Ketua LSM LATSKAR, Imam Plur, mengungkapkan bahwa hasil penelusuran pihaknya menemukan sejumlah indikasi serius yang mengarah pada dugaan pelanggaran hukum dan penyalahgunaan kewenangan.
Kegiatan pengaspalan Jalan Temba Kolo II diduga kuat bermasalah dan sarat penyimpangan. Proyek ini dijalankan tanpa dasar perencanaan yang sah dan tanpa kejelasan status aset jalan,” tegas Imam.
Diduga Tak Masuk Perencanaan dan Bukan Aset Daerah
Menurut Imam, proyek ruas Jalan Temba Kolo II tidak tercantum dalam Rencana Kerja (RENJA) Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Bahkan, jalan tersebut tidak terdata sebagai aset resmi Pemerintah Kota Bima.
Namun ironisnya, proyek pengaspalan tetap dijalankan menggunakan anggaran daerah.
Jika jalan ini tidak tercatat sebagai aset daerah dan tidak masuk dalam perencanaan, maka penggunaan APBD di lokasi tersebut patut diduga sebagai perbuatan melawan hukum,” ujar Imam.
Fakta ini memperkuat dugaan adanya pelanggaran terhadap aturan pengelolaan keuangan daerah, sekaligus membuka ruang indikasi penyalahgunaan kewenangan.
Diduga Fasilitasi Kepentingan Privat
Lebih jauh, lokasi pengaspalan jalan disebut berada di kawasan yang tidak sesuai dengan nomenklatur tata ruang. Bahkan, proyek ini diduga kuat mengarah pada fasilitasi kepentingan privat, bukan kepentingan publik.
LSM LATSKAR menyoroti bahwa di sekitar lokasi proyek hanya terdapat bangunan atau villa milik wali kota Bima, yang juga diduga belum mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Kondisi tersebut semakin memperkuat kecurigaan bahwa proyek pengaspalan ini bukan untuk pelayanan masyarakat secara umum, melainkan untuk menunjang akses kepentingan tertentu.
Baca juga :
Temuan lain yang tak kalah krusial adalah fakta bahwa kegiatan tersebut tidak pernah dibahas dan tidak memperoleh persetujuan DPRD Kota Bima. Hal ini berpotensi menyebabkan proyek kehilangan legitimasi politik anggaran, sebagaimana diatur dalam mekanisme penganggaran daerah.
Kegiatan yang tidak dibahas dan tidak disetujui DPRD jelas bermasalah secara politik anggaran,” ungkap Imam.
Atas dasar berbagai temuan tersebut, LSM LATSKAR mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan APBD, termasuk menelusuri potensi kerugian keuangan daerah serta pihak-pihak yang harus bertanggung jawab.
Imam juga mendesak dilakukan audit menyeluruh terhadap seluruh proyek pengaspalan di kawasan Temba Kolo, guna memastikan tidak terjadi praktik pengondisian proyek maupun konflik kepentingan.
Penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu. Ini demi menjaga kepercayaan publik terhadap pengelolaan APBD Kota Bima,” tegasnya.
Kasus ini menjadi peringatan serius bahwa tata kelola keuangan daerah Kota Bima masih rawan disalahgunakan dan membutuhkan pengawasan ketat dari seluruh elemen, termasuk aparat hukum dan masyarakat sipil.

.jpg)