Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

IDP Berkuasa Karena Menumbuhkan Cinta

22 Sep 2024 | 9/22/2024 WIB | 0 Views

              Oleh: Adhar Malaka


Hj. Indah Dhamayanti Puteri telah membuka jalan bagi para perempuan NTB untuk memiliki kesempatan yang lebih intim dengan politik Formal. Pantas dinobatkan sebagai duta Emansipasi Perempuan NTB.

Hj. Indah Dhamayanti Puteri (IDP).


IDP atau Hj.Indah Dhamayanti Puteri adalah Perempuan pertama memimpin pemerintahan sebuah daerah mungil, bersejarah, indah dan kaya yang melahirkan banyak cendikiawan-cendekiawan Nasional Republik Indonesia.


Daerah itu bernama Bima. Ya Kabupaten Bima [sekarang]. Dan IDP Perempuan pertama di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang dipilih rakyat untuk menjabat sebagai Bupati selama Dua Periode berturut -turut.

IDP hadir tidak membawa dan menggunakan kekuasaan, ia  justru menantang dua lawan yang menampuk kekuasaan di Eksekutif dan Legislatif sekaligus.

Menantang Paradigma, memperlias jalan politik kaum perempuan.

Setelah menjadi Wakil Rakyat di DPRD Kabupaten Bima, IDP maju pada Pilkada 2015 sebagai calon Bupati Bima. Hadir sebagai penantang melawan H.Syafrudin (HS) yang saat itu petahana Bupati Bima dan Ady Mahyudi (AM) suami dari Ketua DPRD Kab.Bima yang tengah “berkuasa”.

Sebagai petahana HS tentu saja memanfaatkan agregats of frame dan visible power. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam memanfaatkan pengaruh sebagai Bupati yang akan maju kembali Ia merekonstruksi peta dan kekuatan politik (sebelumnya) baik dalam Birokrasi, LSM-LSM, Partai-partai politik, pengusaha-pengusaha, maupun tokoh-tokoh di masyarakat.

Hal itu terbukti ketika setiap orang dan kelompok yang berhubungan dengan Dae Ferry dan IDP, baik itu klan politiknya, maupun yang berhubungan secara genealogis dengan mereka,  jika dianggap berbahaya bagi eksistensi dan operasi politiknya, dipinggirkan. Saya pikir hal itu jg dilakukan oleh AM. Kondisi ini Natural terjadi dalam ‘praktik perebutan kekuasaan.

Pada saat yang bersamaan, IDP tidak hadir membawa instrumen politik yang kuat seperti yang tengah dimiliki oleh petahana dan lawan politik lainnya saat itu. Ia hadir sebagai perempuan satu-satunya dan pertama di Kabupaten Bima mengikuti Kontestasi politik elektoral sebagai kepala Daerah pada demokrasi langsung.

Dan beliau membuka jalan bagi para perempuan untuk memiliki kesempatan lias dan terlibat dengan politik elektoral, dan memiliki sedikit suara dan dengan berjalan tertatih-tatih.

Jalan Terjal IDP

Perjalanan elektoral IDP tidaklah mulus, saat itu, banyak pardigma, persepsi, stigma dan kebiasaan dalam masyarakat yang menempatkan perempuan pada posisi subordinat.

1. Kebudayaan Patriarki dan Agama.

Perempuan dalam kebudayaan Bima dianggap sebagai kelompok kelas kedua/subordinat dari laki-laki, dimarginalkan, hingga didiskriminasi.

Karena kelas kedua, Perempuan dianggap tabu untuk memimpin komunitas masyarakat yang lebih luas atau memimpin sebuah daerah. Kehadiran perempuan sebagai pemimpin dianggap melemahkan supremasi laki-laki. Pun situasi saat itu Ia menghadapi lawan-lawan politiknya yang, kesemuanya adalah laki-laki. Sebagai perempuan, jelas-jelas IDP tidak diuntungkan pada dimensi ruang (Red: Teori Powercube) sosio, agama, dan kebudayaan Bima.

“Dalam Al-Quran Surah An-Naml ayat 23, Allah berfirman “Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgahsana yang besar.” Perempuan yang dimaksud tak lain adalah ratu yang memerintah kaum Saba yang dikenal dalam sejarah dengan nama Balqis.”

Ironisnya lagi, isu ini turut dikembangkan oleh beberapa orang perempuan yang mendaku memperjuangkan hak-hak perempuan dan mengusung kesetaraan gender berdiri sama imbangnya pada politik formal. Realitas Kontradiksi Pikiran dari beberapa orang ini karna mereka tidak berdiri netral. Iya tuduhan itu serius saya sampaikan. Iya mereka tidak netral dan Enggak ngerti pada orientasi perjuangannya sendiri. Saya saranin baca satu saja literatur sejarah dan metode perjuangan perempuan dari; Crystal Eastman perempuan AS menulis tentang “Dreamers of a new day”

2. Rasisme

Persoalan selanjutnya IDP dianggap sebagai bukan orang Bima. Dianggap Pendatang yang mau “menjajah” Bima karna tidak dilahirkan di Kabupaten Bima. Padahal IDP adalah seorang Istri dari Sultan Bima dan Ibunya berdarah Bima-Dompu (Japri kalau mau nanya serius silsilahnya 0852391281515).
Situasi ini menjadi dasar hinaan, cacian, dan makian yang sengaja atau tidak; dikemas menjadi bahan bakar “kampanye hitam” oleh para Buzzer lawan politiknya.
Parahnya lagi hal ini juga dikembangkan oleh orang-orang yang mendaku Aktivis Pro Demokrasi. MIRIS.

3. Melawan Dua Kekuatan Sekaligus

Awal-awal kemunculan IDP pada Panggung politik Pemilihan Kepala Daerah, Ia berkompetisi dengan H.S, Petahana (eksekutif) dan AM—Istrinya Sedang menjabat sebagai Ketua DPRD—Suaminya ikut Calon Bupati. Apa Mau Bangun POLITIK DINASTI (?) HHE. Yap IDP melawan Dua arus kekuatan yang memiliki Power pada politik struktural saat itu.

IDP Berhasil “MENAKLUKAN” Itu Semua
dan Berkuasa

Tidak memiliki konsep politik yang begitu canggih. IDP hanya melakukan menjalankan pola politik se Natural mungkin dan apa adanya. Bertahun-tahun sebelum prosesi Pemilihan Kepala Daera Ia begitu rajin menemui Rakyat sebanyak-banyaknya, setiap jam, setiap waktu, setiap tempat. Tanpa kenal lelah dan “sakit”. Bahkan berkali-kali turun kebeberapa tempat untuk menemui rakyat dengan “infus” di tubuh. Bayangkan saja.!
Tidak hanya mensosialisasikan diri, tapi kerap hadir pada kegiatan-kegiatan sosial-kerakyatan dan keagamaan “Rawi Made Rawi Mori” secara tulus.

Kepada setiap orang yang Ia temui, tanpa banyak memberikan janji-janji politik yang tak perlu, tidak muluk-muluk, IDP hanya selalu memberikan senyuman optimisme kepada calon pemilihnya dengan menyampaikan bahwa perempuan bisa memimpin politik resmi, dan membawa daerah Bima lebih baik dari sebelumnya. Sesederhana itu. Se Natural itu.

Kesederhanaan itulah yang menumbuhkan tingkat ketersukaan rakyat terus meningkat-mengkristal menjadi cinta. Ia memang tidak berhasil membuat semua orang cinta dengan dirinya. Tapi Ia tetap mencintai siapapun. Itu terbukti bahwa  tak ada satupun rakyat yang mencaci maki, dan memfitnah dirinya Ia balas, bahkan tetap dirangkulnya. Keyakinan tentang politik rangkulan benar-benar Ia teguhkan pada dirinya untuk rakyatnya.

Seperti kata Erich Fromm “Cinta itu nggak datang secara tiba-tiba (Fall in love), tapi cinta itu adalah rasa yang diusahakan dan dibangun (Stand in love)”

Realitas itu lah kenapa rakyat memilihnya, dan membawanya “berkuasa” di periode awal. Sekali lagi IDP tidak menggunakan “invisible hand” untuk meraih kekuasaan (Abuse of Power).
Pun di periode kedua masih sama. IDP tidak hadir dengan segala macam perangkat dan metode politik untuk kembali memenangkan Kontestasi. Ia masih melakukan “kampanye” politik dengan keadaan yang apa adanya, dan menghadapi tantangan yang sama seperti di periode awal. Adapun dugaan-dugaan bahwa IDP menggunakan Abuse of Power, atau memerintahkan ASN dan Pejabat Birokrasi di Lingkup Pemerintahannya dituduhkan itu tidak terbukti. Tidak ada fakta hukumnya.

Meskipun begitu sederhana, dianggap tidak memiliki ide-gagasan dalam membangun kabupaten Bima, tapi Ia buktikan melalui kerja nyata. Bahwa Bima Lebih Baik dari sebelumnya benar-benar terealisasi dan penuh prestasi. Baca Faktanya yang telah saya resum dari berbagai sumber terpercaya;
https://www.facebook.com/share/r/8Eb2i3rZsVHbcKbf/?mibextid=gYSGZt
Ya..Fakta itulah yang membawa IDP menjadi sejarah baru bagi seorang perempuan di NTB. Dan karna Cintalah Ia mencatat sejarah emas membanggakan bagi setiap perempuan di manapun berada.
×
Berita Terbaru Update