PMII Bima Kecam Tayangan "Xpose Uncensored" Trans7, Dinilai Cemarkan Pesantren dan Ulama -->

Advertisement

Video Karaoke

PMII Bima Kecam Tayangan "Xpose Uncensored" Trans7, Dinilai Cemarkan Pesantren dan Ulama

16 Okt 2025

Trans7 harus mendapatkan sanksi karena telah melakukan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip jurnalistik dengan menyajikan konten yang tidak akurat dan memojokkan kehidupan para santri.



Bima||BIMAKITA - Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Bima mengecam keras program "Xpose Uncensored" yang disiarkan oleh stasiun televisi Trans7. Tayangan tersebut dinilai telah menghina dan mencemarkan nama baik pesantren, para ulama, serta kehidupan para santri.

Ketua PC PMII Bima Wira Purdiawan Putra (jas biru tengah) bersama jajarannya. 

Ketua PC PMII Bima, Wira Purdiawan Putra menyampaikan bahwa program "Xpose Uncensored" di trans7 telah menghina eksistensi para ulama, pengasuh pondok pesantren dan para santri di salah satu pondok pesantren lirboyo.


"Tayangan Trans7 pada segmen "Xpose Uncensored" sangat melukai kita semua, menghina Pondok Pesantren Lirboyo dan para kiai. Ini sangat tidak profesional dan tidak etis," kata Wira dalam keterangan persnya, Rabu (15/9/2025).

Ia menegaskan, Trans7 harus mendapatkan sanksi karena telah melakukan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip jurnalistik dengan menyajikan konten yang tidak akurat dan memojokkan kehidupan para santri.

"Karena ini telah menimbulkan kericuhan diberbagai kalangan masyarakat, termasuk organisasi besar kemahasiswaan (PMII Se-Indonesia) dan organisasi Keislaman dan kemasyarakatan (Nahdlatul Ulama)," ujarnya.

PC PMII Bima meminta kepada pihak Kepolisian Republik Indonesia berkoordinasi dengan DPRD Kabupaten Bima melalui Komisi I untuk segera memberikan sanksi terhadap media Trans7.

"Trans7 harus diberikan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku di negara kesatuan republik Indonesia, serta meminta terhadap lembaga KPI RI untuk memblacklist media TRANS7," tegas pemuda Kecamatan Sanggar terdebut.

Ia menyampaikan, dalam kasus seperti ini media seharusnya lebih berhati-hati dan profesional dalam menyajikan konten yang sensitif dan berpotensi memicu konflik sosial.

"Menghormati dan memahami nilai-nilai agama serta kehidupan sosial masyarakat juga sangat penting dalam menjalankan tugas dan profesi sebagai lembaga media dan jurnalistik." Tutupnya.