Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Perkuat Materi Untuk Bubarkan DPR, Rekonstruksi Demokrasi Terpimpin

26 Agu 2025 | 8/26/2025 WIB | 0 Views

Oleh : Syarif Era

Pengamat Hukum dan Politik


Pemilihan umum pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada 1955, masa Kabinet Burhanuddin Harahap. Pelaksanaan pemilu ini didasarkan pada UU Nomor 7 Tahun 1953

Pemilu 1955 dilaksanakan untuk memilih anggota konstituante dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Saat itu, Pemilu 1955 dimenangi oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan perolehan suara sebanyak 8.434.637 dan mendapat 57 jumlah kursi dalam pemerintahan.

Akan tetapi, lima tahun berselang, pada 1960, Presiden Soekarno memutuskan untuk membubarkan DPR.

Keputusan Soekarno membubarkan DPR pada 1960 bermula dari lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang salah satu isinya adalah pembubaran konstituante. Setelah dekrit tersebut dikeluarkan, DPR hasil Pemilu 1955 masih dapat tetap bertugas berdasarkan UUD 1945, dengan syarat menyetujui seluruh perombakan yang dilakukan pemerintah sampai terpilihnya DPR yang baru, salah satunya adalah penerapan sistem Demokrasi Terpimpin di Indonesia.

Sepanjang 1959 hingga 1966, banyak ketentuan dalam UUD 1945 yang belum dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Arti dari "terpimpin"  dalam UUD 1945 adalah pimpinan terletak di tangan presiden selaku kepala negara. Alhasil, lembaga-lembaga negara, seperti DPR, MPR, DPA, BPK, dan MA, tidak mendapat proporsi yang seharusnya. Presiden Soekarno selaku pemimpin besar revolusi kemudian menghendaki penghapusan sistem multipartai dengan menghapuskan Partai Masyumi.

Presiden I Indonesia, Ir. Soekoarno.

Karena tindakannya ini, Partai Masyumi melakukan provokasi terhadap Rencana Anggaran Belanja Negara tahun 1961 yang dibuat presiden ke parlemen. Anggaran ini kemudian diketahui oleh pihak DPR dan mereka menolak Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan, dengan tujuan untuk mempropaganda pemerintah.


Soekarno dengan kesadaran politiknya menyadari DPR tidak mengikuti kehendak Soekarno, DPR pun dibubarkan pada 5 Maret 1960. Sesuai dengan Perpres No.3/1960, Soekarno membubarkan DPR dengan alasan: DPR Hasil Pemilu 1955 tidak dapat membantu pemerintah.
Tidak sesuai dengan UUD 1945, Demokrasi Terpimpin, dan tujuan politik. Setelah DPR dibubarkan, melalui Penetapan Presiden No. 4 Tahun 1960, dibentuklah Dewan Perwakilan Gotong Royong (DPR-GR).

Demokrasi terpimpin mengklaim menggabungkan nilai-nilai demokrasi dengan nilai-nilai sosialisme. Dalam prakteknya, demokrasi terpimpin memberikan kekuasaan yang signifikan kepada pemimpin dan partai politik yang dominan, dengan tujuan mencapai tujuan sosial dan ekonomi yang dianggap penting bagi masyarakat.

Demokrasi terpimpin bertujuan untuk mencapai stabilitas politik dan sosial, serta mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Sistem ini ditandai dengan munculnya berbagai kebijakan dan tindakan yang memperkuat kekuasaan presiden, seperti pembentukan MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Demokrasi terpimpin pada akhirnya berujung pada krisis politik dan ekonomi yang serius, yang kemudian mengantarkan pada pergantian rezim dan munculnya Orde Baru.
×
Berita Terbaru Update